Kamis, 14 November 2019

GELANDANGAN DIDENDA, PEMERINTAH BINGUNG MENGATASI KEMISKINAN


Ubaiyana[1]
Berdasarkan penghitungan dan analisis Kemiskinan Makro Indonesia oleh Badan Pusat Statistik, indeks keparahan kemiskinan pada periode Maret 2017 dan Maret 2018 sedikit mengalami penurunan dari 0,31 menjadi 0,29 di perkotaan dan dari 0,67 menjadi 0,63 di pedesaan.[2] Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah melalui beberapa program penanggulangan kemiskinan seperti, program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin)/ Beras Sejahtera (Rastra), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR), cenderung tidak memiliki pengaruh besar.[3]

Bukan berupaya mengatasi kemiskinan, pemerintah justru sibuk mewacanakan hukuman denda bagi gelandangan. Dalam Rancangan KUHP Pasal 431 mengenai Penggelandangan, dijelaskan bahwa setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (1 Juta). Melihat indeks keparahan kemiskinan di atas, pemerintah dinilai buntu dan sedang bingung mengatasi persoalan kemiskinan, sehingga memilih jalan denda untuk menghentikan persoalan gelandangan.

Badan Pembinaan Hukum Nasional menerangkan politik pemidanaan dalam merumuskan norma hukum pidana dan ancaman pidana, pada dasarnya bertujuan untuk mencapai cita kehidupan masyarakat yang ideal, menegakkan nilai-nilai luhur dalam masyarakat, dan mempertahankan sesuatu yang diikuti masyarakat.[4] Pertanyaannya, apakah pencantuman pidana denda bagi gelandangan sudah sesuai dengan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam masyarakat?

Dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945, pemerintah negara Indonesia dibentuk salah satunya untuk memajukan kesejahteraan umum,[5] serta termaktub dalam sila kelima Pancasila bahwa keadilan sosial adalah milik seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali gelandangan. Berkaca dari teori tujuan kemakmuran rakyat (welfare state), bahwa pemerintah bertugas memberikan sebesar-besarnya kemakmuran kepada rakyat.[6] Kemudian diperkuat oleh pendapat Aristoteles bahwa negara hukum, seperti negara Indonesia harus menjamin keadilan bagi seluruh warga negara, yang ditandai dengan adanya kebahagiaan.[7]

Pemerintah sebaiknya berbalik arah dan fokus mengevaluasi kebijakan sebelumnya dalam mengatasi kemiskinan yang merajalela. Jika pemerintah ingin mendekolonisasikan hukum pidana warisan kolonial Belanda dari tanah Indonesia, maka sudah sepatutnya Pasal Penggelandangan dibumihanguskan. Pemerintah perlu bijak mengambil tindakan, salah satunya dengan mereformulasikan program-program penanggulangan kemiskinan, tingkatkan kuantitas dan kualitas program, serta perbanyak program pemberdayaan masyarakat yang terpola dengan baik. Dengan demikian, negara benar-benar menjalankan tugasnya untuk memelihara,[8] dan memberdayakan fakir miskin, anak-anak terlantar, masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan,[9] termasuk gelandangan.


[1] Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Madah Yogyakarta
[2] Nuri Taufiq, dkk., 2018, Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2018, Badan Pusat Statistik, Jakarta, hlm.13
[3] Adi Nugroho dan Dina Nur Rahmawati, 2018, Indeks Pembangunan Manusia 2018, Badan Pusat Statistik, Jakarta, hlm.39-42
[4] Mudzakkir, 2008, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana dan Sistem Pemidanaan (Politik Hukum dan Pemidanaan), Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, hlm.10
[5] Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945
[6] Maleha Soemarsono, “Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan Negara”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, No.2, 2017, hlm.304-305
[7] Moh. Koesnardi dan Harmainly Ibrahim, 1976, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN FH UI, Jakarta, hlm.75
[8] Dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat (1)
[9] Dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat (2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SYARAH PANCASILA : TAARUF DENGAN NEGARA MELALUI AGAMA

Pendahuluan Sebagai suatu kesatuan kehidupan masyarakat, bangsa memiliki cita-cita hidup yang disebut sebagai ideologi. Ideologi menj...